BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan
organisasi ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai
tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan organisasi
perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang
berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis,
secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan
kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun internasional.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan
guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman
Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri
dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Tahun
1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata
“Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh
Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan
bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang,
sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan
aktivitas.
B. TUJUAN
Untuk lebih mempermudah pembaca mempelajari, menemukan dan mengetahui hal-hal yang ada di PGRI. Selai itu tujuan yang sangat penting yaitu, untuk lebih mempermudah mengetahui struktur-struktur organisasi PGRI serta asal-usul berdirinya PGRI.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sangatlah
tidak bijak jika seorang guru tidak mengetahui sejarah perjuangan para guru
terdahulu dalam memperjuangan pendidikan. Untuk itu sedikit pengetahuan tentang
berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) akan saya coba uraikan
disini.
Pada tahun 1912
para guru mendirikan organisasi yang beranggotakan khusus guru
dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB), menggunakan Hindia
Belanda karena saat itu masih dalam suasana dijajah Belanda (Indoenesia dulu
masih bernama Hindia Belanda).
Kemudian
pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi
Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda,
karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak
disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh
guru dan bangsa Indonesia.namun Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi
dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi
melakukan aktivitas.
Dengan
adanya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
maka dengan sSemangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan
Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta.
Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas
perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan
suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar,
pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang
baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di
dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 (seratus hari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia) Persatuan Guru Indonesia berubah nama menjadi
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sejak Kongres Guru Indonesia itulah,
semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI). Sehingga tanggal 25 November ditetapkan sebagai hari
jadi PGRI (Keputusan Presiden Nomor 78
Tahun 1994).
Adapun
tujuan didirikannya PGRI saat itu adalah :
1. Mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia
2. Mempertinggi tingkat pendidikan
dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan
3. Membela hak dan nasib buruh
umumnya, guru pada khususnya jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan
dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam
rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan,
organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik,
independen, dan tidak berpolitik praktis.
A. Lahirnya PGRI
Tanggal 25 November 1945
Proklamasi merupakan jembatan emas setelah
bangsa Indonesia melewati perjuangan fisik untuk kemudian mulai membangun
Indonesia yang baru, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan
pancasila. Semangat proklamasi itulah yang menjiwai penyelenggaraan Kongres
Pendidik Bangsa pada tanggal 24 – 25 November 1945 bertempat di Sekolah Guru Puteri
(SGP) Surakarta. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Pendiri PGRI antara lain Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban,
Djajeng Soegianto, Soemidi Ajisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono.
Mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan 3 tujuan; a.)
mempertanamkan dan menyempurnakan Republik Indonesia; b.) mempertinggi tingkat
pendidikan dan pengajaransesuai dasar – dasar kerakyatan; c.) membela hak dan
nasib para buruh umumnya dan khususnya para guru.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari
Proklamasi Kemerdekaan yang memiliki sifat dan semangat seperti “ibu
kandungnya”, yaitu semangat persatuan dan kesatuan, pengorbanan dan
kepahlawanan untuk menentang penjajah. PGRI merupakan organisasi pelopor dan
pejuang. Sementara itu tujuan kedua adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Tujuan yang ketiga sebagai wahana
meningkatkan perjuangan untuk perbaikan nasib anggotanya.
B. Pgri Pada Masa
Perang Kemerdekaan
Cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita
bangsa Indonesia secara keseluruhan. Para guru menginginkan kebebasan dan
kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan membela serta memperjuangkan
kesejahteraan anggotanya. Pada tanggal 23 – 24 November 1946 diaadakan Kongres
PGRI di Surakarta. PGRI mengajukan 3 tuntutan kepada pemerintah, yaitu mengenai
Undang – undang Pokok Pendidikan dan Perburuhan, Sistem Pendidikan, dan Gaji
guru. Tuntutan tersebut mendapat perhatian dari pemerintah.
Kemudian pada tanggal 27 – 29 Februari 1948
diadakan Kongres III PGRI di Madiun. Kongres ini memutuskan bahwa untuk
menigkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang –
cabang yang tadinya setiap keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang yang
lebih kecil. Untuk membantu tugas pengurus besar dibentuklah komisariat daerah
pada setiap keresidenan.
PGRI memiliki haluan dan sifat perjuangan yang jelas, yaitu
mempertahankan NKRI, meningkatkan pendidikan dan pengajaran nasional sesuai
dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945, dan tidak bergerak dalam lapangan
politik (non-partai politik).
C. PGRI
Pada Masa Demokrasi Liberal
1. Kongres
IV PGRI di Yogyakarta : 26 – 28 Februari 1950
Menurut catatan, Kongres IV mewakili 15.000
anggota dari 76 cabang. Guru – guru yang bernaung dibawah panji – panji PGRI
secara aklamasi mengambil keputusan untuk mempersatukan semua guru di seluruh
tanah air dalam satu organisasi kesatuan yaitu PGRI.
PB PGRI segera melakukan kontak dengan tokoh – tokoh guru di Medan,
Banjarmasin, Makassar dan Denpasar. Selain mengirim “Maklumat Persatuan”,
dikirimkan juga seluruh keputusan Kongres IV dan AD/ART kepada para utusan yang
menghadiri Kongres tersebut. Mereka ditugaskan supaya secepatnya memberikan
laporan ke Jakarta dan Yogyakarta tentang tanggapan para guru terhadap
“Maklumat Persatuan” serta perkembangan selanjutnya.
Pada akhir Februari 1950, sebanyak 30 cabang SGI di seluruh Negara
Pasudan menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI.
2. Kongres
V PGRI di Bandung : 19 – 24 Desember 1950
Kongres ini secara keseluruhan melibatkan
202 cabang dari 301 cabang PGRI yang ada. Dalam kongres ini dibicarakan masalah
yang prinsipil dan fundamental, yaitu mengenai asa organisasi yang akhirnya
Pancasila ditetapkan sebagai asas organisasi.
Hasil nyata dari konsolidsi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan
Kalimantan ke dalam barisan PGRI, sedangkan sebanyak 2.500 guru yang sedianya
akan di gaji berbeda – beda menurut ketentuan swapraja/swatantra dapat
tertolong dan digaji dengan mengikuti standar yang seragam dari pusat.
3. Kongres
VI PGRI di Malang : 24 – 30 November 1952
Kongres ini menyepakati beberapa keputusan
penting. Dalam bidang pendidikan disetujui agar sistem pengajaran diselaraskan
dengan kebutuhan negara pada masa pembangunan, KPKPKB dihapuskan pada akhir
tahun pelajaran 1952/1953, KPKB ditiadakan atau dirubah menjadi SR 6 tahun,
kursus B-1/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya,
diadakan Hari Pendidikan Nasional.
2.2.
SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Indonesia pernah
mengalami masa penjajahan, baik yang pada masa penjajan
Belanda maupun masa penjajahan
Jepang, Sehingga tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat kuat dalam
segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer.
Masa penjajahan ini juga berpengaruh
sangat kuat terhadap sejarah
pendidikan di Indonesia. Secara
garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan
masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan
masa pemerintahan Republik Indonesia.
A. Sistem
pendidikan pra kemerdekaan
1. Masa Pemerintahan Belanda
Pada masa ini,
pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah pendidikan menengah,
pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa
penjajahan Belanda lebih dititikberatkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah
Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk
menyebarluaskan kebudayaan Barat.
2. Masa Pemerintahan Jepang
Pada masa
pendudukan Jepang, sistem pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan.
Beberapa sekolah diintegrasikan karena dihapuskannya system pendiikan
berdasarkan bangsa maupun berdasarkan strata sosial tertentu. Bahasa pengantar
di semua sekolah menggunakan Bahasa Indonesia.Tujuan pendidikan lebih
ditekankan kepada dihasilkannya tenaga buruh kasar secara gratis (cuma-cuma)
dan praajurit-prajurit untuk keperluan peperangan Jepang.
B. Sistem
Pendidikan Masa Kemerdekaan
Pada masa
kemerdekaan tujuan pendidikan adalah untuk mendidik menjadi warga negara yang
sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat.
1. Periode 1945-1950
* Pendidikan rendah (SR) selama enam tahun
* Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)
lamanya masing-masing tiga tahun,
* Pendidikan Kejuruan. Kejuruan Tingkat Pertama terdiri atas;
Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP),
Sekolah Teknik (ST),
Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah Kepandaian
Pertama (SKP),
Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru
Darurat untuk Kewajiban Belajar
(KPKPKB). Sementara Kejuruan Tingkat
Menengah terdiri atas;
Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah
Menengah Ekonomi Atas
(SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat
(SPM), Sekolah Menengah
Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A
(SGA), Sekolah Guru Taman
Kanak-Kanak (SGTK), Sekolah Guru
Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah
Guru Pendidikan Jasmani (SGPD).
* Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi terdiri atas universitas
Konservatori/Karawitan, Kursus
B-1, dan ASRI.
2.
Periode 1950 -1975
* Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak
(TK) dan Sekolah Dasar (SD
* Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA)
* Pendidikan Kejuruan. Tingkat pertama; SMEP, SKP, ST, SGB, KPKPKB,
dan tingkat menengah; SMEA, SGA, SKMA,
SGKP, SPMA, SPM, STM, dan SPIK.
* Pendidikan Tinggi. Universitas Institut Teknologi,
Institut Pertanian, Institut Keguruan,
Sekolah Tinggi, dan Akademi.
3. Periode 1978-sekarang
* Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
* Pendidikan dasar.
* Sekolah Menengah umum, SMP (SLTP), dan SMA (SLTA/SMU)
* Pendidikan Menengah Kejuruan. Tingkat Pertama; ST.SKKP. Tingkat
Atas terdiri atas; Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)
* Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi,
Diploma, dan Politeknik.
A.
Pendidikan di Zaman Penjajahan Belanda
Pendidikan selama penjajahan Belanda
dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde
Oostindische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie).
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi
pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan
komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga
pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka
selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada
dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan
pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah
berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji.
Secara umum sistem pendidikan pada masa
VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
(1)
Pendidikan Dasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi
kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran
membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya
tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus
pada alphabet dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas
disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar
ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh
pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri
tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); dan
lain-lain.
(2)
Sekolah Latin
Diawali dengan sistem numpang-tinggal
(in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain bahasa Belanda
dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin. Setelah
mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup tahun 1670.
(3)
Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah untuk mendidik calon-calon
pendeta, yang didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun
1745 di Jakarta. Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1
belajar membaca, menulis, bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi
dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah
materi bahasa Yunanu dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya.
Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya.
Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah ini
hanya bertahan selama 10 tahun.
(4)
Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk
mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya
meliputi matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan
Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar,
dan dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.
(5)
Sekolah Cina
1737 didirikan untuk keturunan Cina yang
miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina)
tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari
masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.
(6)
Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim
relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah
berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC
tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya. Pada akhir abad ke-18, setelah
VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada
pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai
memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh
pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan
antara lain: (1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
(2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu
mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; (3)
Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada
di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit
masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan
ekonomi pemerintah kolonial.
B.
Pendidikan di Zaman Pendudukan Jepang
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian
dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko /
Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang
merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa
Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan.
Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang
pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan
Tinggi.
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki
keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok
dalam latihan tersebut antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu; (2)
Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang; (3) Bahasa,
sejarah dan adat-istiadat Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis;
serta (5) Olaharaga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan,
Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa
aktivitas berikut ini: (1) Menyanyikan lagi kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap
pagi; (2) Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang,
Tenno Heika setiap pagi; (3) setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa,
bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya; (4) Setiap pagi mereka juga
diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang; (5) Melakukan latihan-latihan fisik
dan militer; (7) Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam
pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.
2.3.Tujuan Organisasi PGRI
PGRI bertujuan :
1. Mewujudkan cita-cita
Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan, mengamankan,
serta mengamalkan pancasila dan Undang-undang Dasar
1945
1945
2. Berperan aktif mencapai tujuan
nasional dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk
manusia Indonesia seutuhnya
manusia Indonesia seutuhnya
3. Berperan serta
mmengembangkan system dan pelaksanaan pendidikan nasional
4. Mempertinggi kesadaran dan sikap
guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi
guru dan tenaga kependidikan lainnya
guru dan tenaga kependidikan lainnya
5. Menjaga, memelihara,
membela, serta meningkatkan harkat dan martabat guru
melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.
melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.
A.
PGRI
juga bertujuan :
Mewujudkan
cita-cita Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan,
mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Berperan
aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia
Indonesia seutuhnya. Berperan serta mmengembangkan system dan pelaksanaan
pendidikan nasional. Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu
dan kemampuan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Menjaga,
memelihara, membela, serta meningkatkan harkat dan martabat guru melalui
peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.
B. Tujuan Dan Sasaran PGRI
1.
Tujuan
Program umum
PGRI masa bakti 2008-2014 bertujuan :
·
Memberikan arahan
tentang pokok-pokok program yang dijadikan landasan kegiatan organisasi yang
operasionalisasinya akan ditetapkan setiap tahun melalui Konkerprop
·
Melaksanakan upaya
reformasi dilingkungan PGRI baik sebagai organisasi perjuangan, organisasi
profesi maupun organisasi ketenagakerjaan
·
Menata, mempertahankan,
dan meningkatkan citra PGRI sebagai organisasi yang mampu menjadi wadah tempat
berhimpunnya para guru professional dalam menghadapi abad 21
·
Menetapkan kebijakan
dasar organisasi dalam upaya turut serta melaksanakan reformasi pendidikan
nasional sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional untuk membetuk
manusia yang mandiri, demokratis, menghormati dan melaksanakan hak-hak asasi
manusia, memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi, dapat
dipercaya, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
·
Menyusun dan menetapkan
langkah-langkah kebijakan organisasi dalam upaya peningkatan harkat, martabat,
dan kesejahteraan guru pada umumnya dan anggota PGRI pada khususnya
·
Mewujudkan visi dan
misi organisasi berlandaskan pertimbangan kondisi Bangsa dan Negara, serta
kondisi organisasi dewasa ini didaerah propinsi DIY.
2.
Sasaran
·
Peningkatan fungsi dan
peran PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi dan ketenagakerjaan yang
bersifat independen, unitaristik, dan non partisan
·
Restrukturisasi dan
penataan organisasi dari tingkat propinsi dibawah yang meliputi seluruh tatanan
kelembagaan organisasi PGRI sehingga tetap memiliki visi dan misi yang
memberikan motivasi, daya pikat dan daya rekat yang mampu menghimpun para guru
dan tenaga kependidikan lainnya di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
satu wadah PGRI
·
Peningkatan kesadaran
seluruh pengurus dan anggota PGRI di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mengenai perlunya perubahan sikap, perilaku, wawasan dan rasa tanggung jawab
organisasi melalui berbagai forum organisasi, kegiatan pelatihan, seminar,
serta kaderisasi yang bertingkat dan berjenjang
·
Peningkatan dan
perbaikan citra PGRI, baik dimata masyarakat maupun dimata anggota, serta
peningkatan kinerja dan kebersamaan organisasi agar mampu mengakomodasikan
serta memperjuangkan segenap aspirasi dan kepentingan anggota sehinga PGRI
dapat melaksanakan misi dan tugas dengan baik.
·
Peningkatan kemampuan,
dedikasi, profesi dan kesejahteraan anggota serta mengusahakan adanya
standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi profesi guru
·
Peningkatan fungsi dan
peran PGRI dalam program pembangunan pendidikan dalam upaya menyukseskan wajib
belajar sesuai dengan program Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan menciptakan
masyarakat belajar, memberatas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
·
Peningkatan secara
optimal dan merata diseluruh propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fungsi dan
peran PGRI sebagai kekuatan pemikir yang menampilkan gagasan serta konsep
peningkatan mutu pendidikan sebagai pengontrol yang mengoreksi setiap kebijakan
pendidikan yang menyimpang dari prinsip dasar kependidikan dan sebagai penekan
yang mengawasi dan mengontrol berbagai pihak yang melakukan perbuatan dan
tindakan yang tidak sesuai dengan landasan kebijakan organisasi.
2.4.
JATIDIRI PGRI
Jati
diri PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi
ketenagakerjaan. Sedangkan sifat PGRI adalah Unitaristik: tidak mengandung
perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gener, dan
asal usul. Independen: kemandirian dan kemitrasejajaran dengan pihak lain. Non
partai politik: bukan bagian atau berafiliasi dengan partai politik. Semangat:
demokrasi, kekeluargaan, keterbukaan, tanggung jawab etika, moral, serta hukum.
1. Dasar
Jatidiri PGRI
a.
Dasar Historis
PGRI
berdasarkan hakekat kelahirannya merupakan bagian dari perjuangan semesta
rakyat Indonesia, melalui profesi k menyebarkan semangat perjuangan dalam
merebut, menegakan, menyelamatkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia 17 agustus 1945 yang berdasarkan pncasila dan UUD1945.
b. Dasar
Ideologis Politis
Secara
ideologis-politis, PGRI berkewajiban untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan
melalui pembangunan nasional di bidang pendidikan serta terikat dengan
pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
c.
Dasar Sosiologis dan
IPTEK
Dalam
pengabdian nya, PGRI selalu bersifat responsive, adaptif, inoatif dan permisif
selektif terhadap keadaan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2. Ciri
Jatidiri PGRI
Jati diri PGRI
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Nasionalisme
PGRI
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa yang merupakan modal dasar untuk
mencapai cita-cita proklamasi 1945, PGRI terikat untuk memperjuangkan,
mempertahankan dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Sifat
patriotism dan kepeloporan adalah jiwa dan semangat PGRI galam melaksanakan
misinya.
b. Demokrasi
PGRI
adalah organisasi yang demokratis. Kedaulatan tertinggi organisasi, berada di
tanagan anggota yang dilaksanakan dengan sistem perwakilan, melalui kongres.
c.
Kemitraan
PGRI
sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik pejuang membela hak dan nasib
pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya. Untuk itu diperlukan pemantapan
jiwa karsa dan kebersamaan yang kuat demi peningkatan kesejahteraan bersama.
d. Unitarisme
PGRI
adalah satu-satunya wadah, bagi guru Indonesia tanpa membedakan latar belakang,
tingkat dan jenis pendidikan, tempat dan lingkungan kerja, status dan asal-usul
serta adat istiadat.
e.
Profesionalisme
PGRI
mengutamakan karya dan kekaryaan dalam usaha mempertinggi kesadaran, sikap,
mutu, dan kemampuan profesionalnya.
f.
Kekeluargaan
PGRI
menumbuhkan, mengembangkan rasa senasib dan sepenanggungan, memiliki jiwa
gotong royong, saling asah, asih serta asuh antara sesama anggota.
g. Kemandirian
Dalam
melaksanakan misinya PGRI bertumpu pada kepercayaan, dan kemampuan diri
sendiri, tanpa keterikatan dan ketergantungan pada pihak lain. Namun demikian
PGRI selalu membina hubungan dan kerjasama yang baik dengan pihak lain.
h. Non
Partai Politik
PGRI
tidak mempunyai hubungan organisasi dengan kekuatan sosial politik manapun.
i.
Jiwa, Semangat dan
Nilai-nilai ‘45
PGRI
konsekuen berusaha menegakan dan melestarikan jiwa semangat nilai-nilai 1945
sebagai jiwa kejuangan bangsa kepada generasi penerus.
Selain ciri jati
diri PGRI tersebut , ada ciri lain yang menjadi ciri khas PGRI yaitu:
a.
PGRI sebagai organisasi
kemasyarakatan memiliki ciri sebagai berikut:
PGRI merupakan
satu-satunya wadah organisasi guru Indonesia yang mengemban tugas pendidikan
dan pengajaran dalam mengabdi kepada masyarakat, yang berazaskan perwujudan jati
dirinya.
b. PGRI
sebagai organisasi yang mandiri berupaya untuk berperan secara berdaya guna,
menigkatkan kesejahteraan anggota, serta sebagai sarana berserikat atau
berorganisasi yang menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan Nasional melalui
misi pendidikan dan pengajaran.
c.
PGRI sebagai organisasi
masyarakat merupakan sarana komunikasi sosial secara timbal balik antar
anggota. Serta anggota dengan organisasi lain baik bersifat lokal, nasional,
regional, ataupun global, antar organisasi dengan pemerintah, antar organisasi
kemasyarakatan dan organisasi lain baik eksekutif maupun legislative yang
relefan.
d. PGRI
sebagai organisasi profesi guru dipandang dari segi profesi mempunyai jati diri
yang terpancar pada empat ranah profesi yaitu:
1. Keahlian,
melalui ranah ini PGRI dituntut untuk meningkatkan kualitas anggotanya,
mempertajam visi anggota terahadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Memperluas wawasan keguruan anggotanya, melaksanakan penelitian pengembangan di
bidang pengajaran, pendidikan dan kebudayaan.
2. Tanggung
Jawab, suatu ranah profesi yang berorientasi pada penanaman dan peningkatan
tanggung jawab keahlian. Untuk itu maka perlu diciptakan perangkat lunak dalam
wujud aturan, ketentuan, tata tertib dan kode etik.
3. Kesejawatan
(jiwa karsa), ranah ini merupakan wujud dan rasa kebersamaan antar sesama anggota terhadap misi keguruan yang diemban.
Dengan rasa kebersamaan ini akan tercipta suatu
wahana dan dinamika organisasi yang mampu mengantisipasi kemungkinan
arah perkembangan selanjutnya.
4. Pembaruan
(inovasi) merupakan sikap organisasi yang dinamis, kreatif, responsif, adaptif
inovatif,permisif selektif,memiliki keterbukaan terhadap pandangan dan penemuan
baru serta keinginan untuk meningkatkan profesi.
e.
Jati Diri PGRI dalam
Bidang Pendidikan dan kebudayaan
1. Lingkup
system pendidikan nasional, dalam mengemban misinya, PGRI menjaga agar tetap
menjadi organisasi yang besar, kuat dan merupakan satu-satunya organisasi guru
di Indonesia.
2. Menyelenggarakan
lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kiantitas tenaga
kependidikan.
3. Kebudayaan
Nasional, dalam melaksanankan misinya, PGRI mengakualisasikan dirinya untuk
menyelamatkan, memelihara dan mengembabgkan kebudayaan nasional.
3. Tujuan
Jatidiri PGRI
Tujuan
jatidiri PGRI adalah:
a.
Tegaknya keberadaan
PGRI, tumbuhnya rasa bangga, rasa ikut memiliki.
b. Tercapainya
loyalitas, dedikasi, disiplin dan kemampuan professional (LDDKP) yang tinggi
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
c.
Memiliki kemampuan
dalam mengantisipasi setiap perubahan akibat perkembangan masyarakat, ilmu dan
teknologi.
d. Terwujudnya
pengamanan, pengamalan dam pelestarian pancasila dan UUD 1945, dan jiwa
semangat nilai-nilai 1945 dalam tubuh PGRI baik oleh organisasi maupun
anggota-anggotanya.
4.
Fungsi Jatidiri PGRI
Yang
dimaksud fungsi adalah manfaat dari adanya jatidiri dalam rangka mengemban
tugas-tugas organisasi PGRI untuk mewujudkan hakekat jatidiri.
Adapun fungsi jatidiri PGRI adalah:
a.
Sebagai pedoman gerak
perjuangan bagi anggota organisasi.
b. Sebagi
sarana memasyarakatkan eksistensi dan fungsi organisasi.
c.
Sebagai sarana
perjuangan (kaderisasi) dalam rangka mempertahankan, meningkatkan dan
mengembangkan organisasi (SBS).
d. Sebagi
pembangkit motivasi perjuangan PGRI.
e.
Sebagai wahana
penerapan rasa kebanggaan pada anggota/warga PGRI.
5. Misi
Jatidiri PGRI
Visi
diemban oleh kelompok atau anggota yang tersusun sistematis, terarah, terencana
dalam pencapian suatu tujuan. Misi jatidiri adalah suatu wahana untuk
menampilkan citra, sikap, semangat dan karakter organisasi keguruan, yang mampu
melestarikan nilai-nilai perjuangan dan profesi keguruan.
Misi jatidiri
PGRI yang sekaligus merupakan upaya PGRI dalam:
a.
Tujuan Nasional, yakni
mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan pancasila dan UUD 1945.
b. Pembangunan
Nasional, yakni mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
c.
Melestarikan jiwa,
semangat dan nilai-nilai 1945.
d. Mengisi,
mensukseskan pembangunan nasional khususnya bidang pendidikan dan kebudayaan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan jalan memberikan pemikiran,
konsep-konsep dan menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan
pemerintah.
e.
Mempertinggi
kesadadaran, sikiap, kemampuan dan mutu profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan
guru/anggota PGRI.
2.5.
VISI DAN MISI PGRI
1.
Visi
PGRI
Terwujudnya
organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra, dan
diakui perannya oleh masyarakat". PGRI didirikan untuk mempertahankan
kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru.
2.
Misi PGRI
a. Mewujudkan
Cita-cita Proklamasi PGRI bersama komponen bangsa yang lain berjuang, yaitu
berusaha secarakonsisten mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sesuai amanat Undang undang Dasar 1945.
b. Mensukseskan
Pembangunan Nasional PGRI bersamakomponen bangsa malaksnakan pembangunan bangsa
khususnya di bidang pendidikan.
c. Memajukan
Pendidikan Nasional PGRI selalu berusaha untuk terlaksananya system penddikan
nasional, berusaha selalu memberikan masukan-masukan tentang pembangunan
pendidikan kepada Departemen Pendidikan Nasional.
d. Meningkatkan
Profesionalitas Guru PGRI berusaha dengan sungguh-sungguh agar guru menjadi
profesional sehingga pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dapat direalisasikan.
e. Meningkatkan
Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional maka guru harus mendapatkan
imbal jasa yang baik, ada perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sehingga
ada rasa aman, Ada pembinaan karir yang
jelas. Guru harus sejahtera, Porfesional, dan
terlindungi.
terlindungi.
2.6. SEJARAH ORGANISASI PGRI
PGRI lahir 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan RI, di
Surakarta, 25 November 1945.
Tujuan utama pendirian PGRI adalah:
a.
Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)
b.
Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi Pendirian
PGRI sama dengan EI: “education as public service,profesi) not commodity”.
c.
Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya
(organisasi ketenagakerjaan).
Tiga unsur pendiri (founding fathers) PGRI adalah:
a.
Guru yang pro kemerdekaan
b.
Pensiunan guru pendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia
c.
Pegawai Kementerian PPK yang baru saha didirikan
2.7. EMPAT PERIODE PERANAN PGRI DI
BIDANG KETENAGAKERJAAN
A.
Periode 1945-1962
RH Koesnan, Ketua Umum PB PGRI diangkat menjadi Menteri Perburuhan
dan Sosial RI dalam kabinet Hatta.
Hasilnya a.l. : keluarnya PGP 1947/1948 tentang Peraturan
Gaji INTInya: Ijazah yang setara SMP=SGB, SNA=SGA, SM=B1, Pegawai. Sarjana=B2. Kalau
menjadi guru, ijazah SGB/SGA,B1/B2 pangkatnya setingkat lebih tinggi dari
ijazah SMP/SMA/SM/Sarjana. SMP = IIIA, SGB/KGB = IIIA/b SMA = IV/a, SGA/KGA =
IV/b SM = V/a, B1 = V/b Sarjana = VI/a, B2 = VI/b.
Soedjono, Ketua Umum PB PGRI Menghasilkan konsep PGRI tentang
pendidikan nasional. Untuk mengatasi kekurangan guru: Kursus Guru Tjepat (KGTJ)
dijadikan SGB/KGB KPKPKB dijadikan SGB berasrama SGA berasrama ME Subiadinata, Ketua Umum PB PGRI Tahun
1968 diangkat menjadi Kepala Kantor urusan Pegawai (KUP), sekarang BKN/BAKN.
PGRI membentuk Rukun Kerja Sama (RKS) Pegawai Negeri untuk perbaikan nasib.
B. Periode 1962 – 1970
PGRI mendirikan PSPN (Persatuan Serikat Pekerja Pegawai
Negeri), a.l PGRI, PERSAJA (Persatuan Djaksa), PERSAHI (Persatuan Hakim
Indonesia), SSKDN (Serikat Sekerja Kementerian Dalam Negeri), PBKA (Persatuan
Buruh Kereta Api), PPPRI (Persatuan Pegawai Polisi RI), PBPTT (Persatuan Buruh
Pos Telepon Telegraf) dsb.
PSPN didirikan untuk menghadapi tekanan/serangan PKI (Partai
Komunis) melalui SOBSI/PKI terhadap Serikat Pekerja Non Komunis. PSPN akhirnya
bergabung menjadi KSBM (Kerja Sama Buruh
Militer) KSBM adalah cikal bakal Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golongan
Karya) 1964. Tahun 1966 PGRI menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Teaching
Profesion) dalam WCOTP World Congress di Seoul, Korea Selatan (Subiadinata,
Slamet I). Tanggal 5 Oktober 1966 Konvensi ILO/UNESCO di Paris menghasilkan
Status of Teachers (Status Guru Dunia). Pemerintah RI dan PGRI (HM Hidajat dan
Ir. GB Dharmasetia) hadir dan menandatangani konvensi ILO/Unesco tersebut.
Tahun 1966 PGRI mendirikan KAGI (Kesatuan Aksi Guru
Indonesia) terdiri dari PGRI, IGM (Muhammadiyah), PG Perti, Pergunu, PGII,
Pergukri, PGK (Katolik) dan PGM (Marhaenis) Tokoh-tokoh KAGI: ME Subiadinata,
Rusli Yunus, Drs. WDF Rindorindo (Ketua-ketua Periodik), Drs. Estiko Suparjono,
T. Simbolon, FX Pasaribu (sekjen/Wakil Sekjen), Harkam Effendi, Nurimansyah
Hasibuan, Effendi Sudijawinata, Abdullah Latif dsb. Tahun 1967 dlm Kongres PGRI
XII di Bandung KAGI meleburkan diri ke dalam PGRI (unitaristik, independen, dan
non parpol), artinya menanggalkan baju parpol, hanya bicara guru dalam PGRI.
C. Periode 1970 – 1998
Tahun 1970 PGRI diundang ke Head Quarters IFFTU
(International Federation of Free Teachers Union) di Brussel, diwakili oleh
Rusli Yunus. Tahun 1969 PGRI memprakarsai berdirinya MPBI (Majelis Permusyawaratan
Buruh Indonesia), ME Subiadinata, M.Hatta, Rusli Yunus. Tahun 1970 MPBI menjadi
FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia), PGRI terpaksa keluar dari FBSI karena
Kongres PGRI ke XIII di Bandung melarang PGRI ikut serikat buruh, hanya boleh
profesi saja.
H. Basyuni Suryamiharja, Ketua Umum PB PGRI, telah berhasil
menyelamatkan PGRI untuk tidak dibubarkan, mengikuti keputusan pemerintah
dengan meninggalkan serikat pekerja/perburuhan. Mendirikan Gedung Guru
Indonesia (GGI) di Jakarta. Tahun 1979 menyelenggarakan World WCOTP Congress di
Jakarta. Memprakarsai berdirinya ASEAN Council of Teachers (ACT) tahun 1974. PGRI
memprakarsai Pertemuan Guru-guru Nusantara (PGN) 1983 di Singapura (Prof.
Gazali Dunia dan Rusli Yunus). Tahun 1993 di Stockholm terjadi merger/penyatuan
WCOTP dan IFFTU menjadi Educational International (EI).
D. Periode 1998 – SEKARANG
Tahun 1998 Kongres PGRI XVIII di Lembang: Prof.Dr. HM Surya,
Ketua Umum PB PGRI, Drs. H. Sulaiman SB Ismaya, Sekretaris Jenderal.
Kongres menghasilkan antara lain:
a.
PGRI keluar dari Golkar
b.
PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita
proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI hanya kepada bangsa dan NKRI),
organisasi profesi (meningkatkan kualitas pendidikan) dan organisasi ketenagakerjaan
(kembali sebagai Serikat Pekerja Guru/Teachers Union.
Sekretaris Jenderal PB PGRI. Tahun 2004 Sekretaris Jenderal
KSPI: Rusli Yunus Tahun 2005 audiensi PB PGRI dengan Menakertrans (Fahmi
Idris):
1.
Mengklarifikasi UU No.21/2000 tentang SP/SB khususnya Pasal 48:
a.
PNS berhak menjadi anggota SP/SB
b.
Akan diatur dalam suatu Undang-Undang
2.
Pernyataan Menakertrans RI:
a.
Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 dengan Keppres No. 83
Tahun 1998.
b.
PGRI jalan terus sebagai Serikat Pekerja Guru Modern
c.
Setiap orang tidak boleh menjadi anggota dua SP dan SB. Karena itu PGRI yang
PNS tinggal memilih menjadi anggota PGRI atau anggota KORPRI. (Konvensi ILO
No.87, keanggotaan SP/SB harus sukarela dan tidak boleh dipaksa, sesuai dengan
HAM, SP/SB harus dibentuk secara demokratis).
3.
Menakertrans meminta PGRI dan ILO Indonesia serta Depnakertrans melaksanakan
seminar nasional tentang konvensi ILO nomor 87 dan Keppres No. 83 Tahun 1998.
4.
Menakertrans memberi kesempatan kepada PGRI tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/ kota mendaftarkan kembali PGRI sebagai SP pada Disnaker provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2.8. PGRI Sebagai Organisasi Guru
PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan
organisasi ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai
tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan
organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang
berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis,
secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan
sosial yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan kesetiakawanan
organisasi baik nasional maupun internasional.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan
Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Pada
konngres itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana persatuan dan kesatuan
segenap guru di seluruh Indonesia, Pendirinya antara lain : Rh. Koesnan, Amin
Singgih, Ali marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah
Noerbambang, dan Soetono. Pada kongres itu dirumuskan tujuan PGRI, yaitu :
1. mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia
2. mempertinggi tingkat pendidikan dan
pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3. membela hak dan nasib buruh pada
umumnya, guru pada khusus
Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru
yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan
daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru
yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan
Republik Indonesia yang baru dibentuk.
A. Kesetaraan Profesi
Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (UU SPN. 1:1). Guru yang
diangkat pemerintah maupun masyarakat, sama tugas dan kewajibannya, yang
membedakan hanya tiga hal, kesejahteraan, pembinaan, dan jenjang karir.
Berbedanya kesejahteraan, pembinaan, dan
jenjang karir ini, menjadi salah satu faktor penyebab tidak meratanya kualitas
pendidikan. Guru-guru berpredikat PNS, ketika baru diangkat sudah menikmati 80%
dari gaji pokok yang besarannya setara dengan guru berpredikat non-PNS yang
sudah bekerja 15 tahun, bahkan kadang kala gaji guru non-PNS tidak mencapai
angka di atas KHL. Selain gaji, mereka juga secara rutin mendapat pendidikan
dan latihan, serta bimbingan teknis profesi guru secara berkala, sementara guru
non PNS menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan pendidikan dan latihan, serta
bimbingan teknis keguruan yang diselenggarakan pemerintah. Begitu juga masalah
karir, guru-guru PNS sangat jelas jenjang karirnya, sementara guru non-PNS
tidak memiliki kejelasan jenjang karir.
Perlakuan ini bertolak belakang dengan UUD
NKRI 1945 pasal 27 ayat 1, yang menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Merujuk pasal ini, kesetaraan
profesi guru sangat penting bagi masa depan pendidikan di negeri ini, oleh
karenanya pemerintah pusat dan daerah, sebagaimana ditetapkan UU RI No 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, berbagi tugas dan wewenang. Untuk guru-guru PNS
pengelolaannya dikembalikan kepada pemerintah pusat, sementara guru-guru non
PNS pengelolaannya di tangani pemerintah provinsi untuk level pendidikan
menengah, dan pemerintah kabupaten kota untuk level pendidikan dasar. Pembagian
tugas dan wewenang ini selain akan meminimalisasi kecemburuan antara guru
PNS dan non-PNS, pertumbuhan pendidikan akan berjalan selaras dengan
kepentingan bangsa dan negara.
B.
Tugas dan Fungsi PGRI
Dalam Pasal 7 AD/ART PGRI disebutkan
bahwa PGRI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
·
Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Membela, mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan
Pancasila.
·
Mempertahankan dan melestarikan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
·
Meningkatkan integritas bangsa dan
menjaga tetap terjamin serta terpeliharanya keutuhan kesatuan dan
persatuan bangsa.
·
Melaksanakan dan mengembangkan Sistem
Pendidikan Nasional.
·
Membina dan bekerja sama dengan
Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi
dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang secara sukarela menyatakan diri
bergabung dan atau bermitra dengan PGRI.
·
Mempersatukan semua guru dan tenaga
kependidikan di semua jenis, jenjang dan satuan pendidikan guna meningkatkan
pengabdian dan peranserta di dalam pembangunan nasional.
·
Mengupayakan dan mengevaluasi
terlaksananya peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi, akreditasi,
sebagai lisensi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru.
·
Menegakkan dan melaksanakan Kode Etik
dan Ikrar Guru Indonesia sesuai peraturan organisasi.
·
Mengadakan hubungan kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan
organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan
kebudayaan.
·
Memelihara, membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional serta memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya
kebudayaan nasional.
·
Menyelenggarakan dan membina anak
lembaga PGRI.
·
Memelihara dan mempertinggi kesadaran
guru akan profesinya untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian,
prestasi dan kerjasama.
·
Memelihara dan meningkatkan mutu
keorganisasi PGRI.
C. Perjuangan PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terus
memperjuangkan nasib semua guru baik PNS maupun Non-PNS (honorer, wiyata bakti,
bantu, PTT/GTT). Hal ini dibuktikan dari hasil rapat kerja PGRI dengan
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kepala
Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Beberapa hasil perjuangan dalam rapat Kerja dengan Menpan
dan Reformasi Birokrasi serta kepala BKN tanggal 19 Mei 2010 adalah:
·
Tahun 2010/2011 sebanyak 197.678 guru dan tenaga honorer,
termasuk CPNS-Teranulir dari Jawa Tengah dan 5.966 orang guru bantu DKI akan
diangkat PNS
·
Segera diterbitkan PP mengenai Penyelesaian Permasalahan
tenaga Honorer
·
Segera diterbitkan PP mengenai PTT atau Pagawai Tidak Tetap
(termasuk guru) yang antara lain memuat penghargaan/gaji minimal
·
Segera diterbitkan Perpres mengenai BUP (Batas Usia Pensiun)
Penilik menjadi 60 tahun
·
Segera dibayarkannya tunjangan profesi dan penambahan
penghasilan Rp. 250.000/bulan (bagi yang belum dibayarkan).
Hasil Demo PGRI tanggal 11 dan 12 Mei 2010 tentang Penolakan
Penghapusan Ditjen PMPTK dan Manajemen Guru yang kembali pada sistem sebelum
UUGD adalah :
·
DPD RI memberikan dukungan atas perjuangan para guru melalui
PGRI agar ada Badan Khusus yang menangani guru yang disampaikan oleh Ketua DPD
RI di hadapan para demonstran. Komet III DPD RI menolak keras Penghapusan
Ditjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dan meminta
Ditjen itu dipertahankan dan dimaksimalkan kinerjanya.
·
DPR RI menerima 15 orang delegasi dan menyatakan menyesal
karena Restrukturisasi itu tidak melalui pembicaraan dengan DPR RI, khususnya
Komisi X, padahal Ditjen itu lahir sebagai kompromi politik antara DPR RI,
Depdiknas, dan PGRI. Oleh karena itu, Pimpinan DPR RI akan melakukan pertemuan
konsultasi dengan Presiden paling lambat 2 minggu setelah Demo (tanggal 26 Mei
2010). Pernyataan itu dinyatakan juga di hadapan para demonstran oleh Wakil
Ketua DPR RI, Ketua Komisi X, dan para wakilnya.
·
Pimpinan MPR RI pada saat menerima 22 Delegasi menyatakan
mendukung perjuangan PGRI agar Ditjen PMPTK dipertahankan. Kemendiknas tidak
memperhatikan aspirasi PGRI sehingga PGRI akan menindaklanjuti perjuangan itu.
Beberapa
perjuangan PGRI yang telah dilakukan selama ini antara lain sebagai berikut :
·
Mengusulkan kenaikan gaji pada tahun 1999 kepada Presiden,
dan hasilnya gaji PNS naik Rp 155.250,00.
·
Tahun 2000 PGRI mengusulkan tunjangan pendidikan bagi guru,
hasilnya tunjangan fungsional guru naik 150%.
·
Mengusulkan honor guru wiyata bakti, hasilnya guru wiyata
bhakti baik di sekolah negeri maupun swasta mendapat tunjangan dari pemerintah
sebesar Rp 75.000,00 per bulan.
·
Memperjuangkan bantuan untuk sekolah swata, hasilnya bantuan
pendidikan untuk sekolah swata mengalami peningkatan yang signifikan.
·
Mengusulkan agar guru TK mendapat perhatian, hasilnya ada
Direktur PAUD, pengangkatan guru TK dan peningkatan kesejahteraan guru TK.
·
Mengusulkan agar tunjangan beras PNS diganti dengan uang
agar tidak merugikan PNS. Hasilnya sekarang PNS telah menerima tunjangan beras
dalam bentuk uang tunai yang dibayarkan bersamaan dengan penerimaan gaji.
·
Pemaksimalan penggunaan ASKES agar dapat digunakan di RS
Swata. Hasilnya sekarang ASKES bida digunakan di RS Swata.
·
Untuk kenaikan golongan IV/a ke atas ditinjau kembali agar
tidak diproses sampai ke pusat sehingga memakan waktu lama. Hasilnya kenaikan
pangkat IV/a ke atas cukup di tingkat Provinsi, kecuali guru di lingkungan
Departemen Agama tetap di pusat.
·
Tunjangan THR dan tambahan kesejahteraan bagi guru. Hasilnya
pemerintah kabupaten/kota telah mencairkan tunjangan THR dan dana kesejahteraan
bagi seluruh PNS di jajarannya.
·
Rekruitmen PNS khususnya guru, hasilnya dilakukan secara
nasional. Mengusulkan agar Guru GTT di sekolah negeri diangkat menjadi PNS.
Hasilnya guru kontrak secara otomatis diangkat menjadi PNS meskipun secara
bertahap. Bahkan di Depag seluruh data guru yang masuk dalam data Dbase secara
bertahap akan diangkat menjadi PNS.
·
Perlindungan dan pembelaan terhadap anggota PGRI yang
tersandung masalah hukum oleh LKBH tanpa dipungut biaya.
·
Mengawal dan mendorong lahirnya UU Sisdiknas.
·
Mendesak lahirnya PP tentang Sisdiknas.
·
Mengusulkan agar guru ditangani oleh sebuah badan independen
langsung di bawah presiden.
·
Mengusulkan adanya sistem penggajian guru tersendiri pada
pemerintah.
·
Mengusulkan kenaikan tunjangan fungsional guru.
·
Mengusulkan sistem pembinaan PNS secara nasional, termasuk
pemberian kesejahteraannya.
·
Mengusulkan agar jabatan struktural di bidang pendidikan ditempati
oleh pegawai yang menguasai bidang pendidikan, meniti karir, dan berlatar
belakang pendidikan.
·
Telah ikut secara aktif yang berada di barisan paling depan
jajaran organisasi guru dan bekerja sama dengan organisasi politik yang
memiliki otoritas, berusaha menyiapkan dan memperjuangkan UU Guru dan Dosen.
Secara kelembagaan perjuangan untuk melahirkan UUG dan D telah dimulai pada
saat konggres ke XVIII tahun 1998 di Lembang, Bandung. Sebelumnya baru berupa
wacana yang berkembang sejak tahun 1960.
·
Mengawal dan mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan PP
tentang Guru sesuai dengan amanat UU GD, hiingga terbitlah Permendiknas No.
18/2007 tentang pelaksanaan sertifikasi guru.
·
PGRI selama ini menjadi mitra aktif, strategis, dan kritis
terhadap berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan, terutama yang
terkait dengan kebijakan tentang guru.
·
Mengawal agar pelaksanaan sertifikasi guru tidak menciderai
kepentingan guru di dalam berkarya dan memperoleh hak-haknya.
·
Mensosialisaikan tentang pelaksanaan sertifikasi guru dari
tingkat pusat hingga cabang (tingkat kecamatan).
·
Mengawal pelaksanaan sertifikasi guru secara objektif dan
transparan.
·
Menerima sejumlah pengaduan dan melaksanakan kajian terhadap
kemungkinan model pelaksanaan sertifikasi guru yang lebih bermutu, efisien dan
memenuhi rasa keadilan guru.
·
Melakukan kajian terhadap peningkatan profesi dan
kesejahteraan guru.
·
Mengawal penerimaan tunjangan profesi guru.
·
Perjuangan yang paling hangat dan merupakan kemenangan PGRI
adalah lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 026/PUU/III/2005 yang
menetapkan batas tertinggi dalam APBN tahun 2006 sebesar 9,1% untuk pendidikan
tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan pasal 31 UUD 1945.
·
Menuntut kepada pemerintah untuk memberikan uang lauk pauk
kepada semua PNS termasuk guru.
2.9.Undang-Undang No 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Ketentuan umum yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan dosen terdiri dari pembatasan
pengertian tentang guru, kualifikasi akademik, kompotensi, sertifikasi dan
seterusnya.
Secara lengkap uraian tentang ketentuan umum tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa, dan idealisme,
2. Memiliki komitmen, kualifikasi
akademik, kompetensi, tanggung jawab,
3. Memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja,
4. Memiliki jaminan perlindungan hukum,
5. Memiliki organisasi profesi yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Selain itu pula ditegaskan dalam aturan tentang Pemberdayaan
Profesi keguruan yang dapat diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi.
Salah satu bentuk pemberdayaan profesionalisme keguruan
dalam bentuk proses Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi melalui:
·
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
·
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
·
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan anggaran
untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
Sertifikasi guru, sebagai salah satu
dari sekian banyak upaya pemerintah untuk meningkatkan kualifikasi guru sebagai
tenaga profesional sudah dilaksanakan melalui mekanisme yang ditetapkan.
Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor Tentang 66 tahun 2010 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pengelolaan.
Salah satu kompotensi dasar yang harus dimiliki oleh guru
profesional adalah kemampuan guru untuk membuat dan melaksanakan penelitian
Ilmiah. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan .
Pengertian kompotensi kepribadian guru dapat dipahami dengan
terlebih dahulu memahami pengertian Guru dan pengertian kompotensi. Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik.
Pengertian Guru Pada hakekatnya guru adalah tenaga pendidik
yang memiliki tugas mengajar.
wah, sangat bermanffat
BalasHapusterima kasih infonya, membantu tugas saya
BalasHapusThanks bosque, bermanfaat
BalasHapus